Menelusuri Makam Dewi Sekardadu di Lamongan

Makam Dei Sekardadu (Mbok Rondo Gondang)


Assalamu'alaikum guys (gaes)...

Kali ini saya ingin membuat artikel sejarah nih guys, karena jika sejarah tidak ada yang mengingatnya pasti banyak tempat-tempat dan kejadian-kejadian penting yang akan hilang ditelan zaman. Salah satu tempat bersejarah di Lamongan adalah makam ibu Dewi Sekardadu (Mbok Rondo Gondang), beliau adalah ibu kandung dari Sunan Giri (nama aslinya Muhammad Ainul Yakin). Oh iya guys, memang ada beberapa versi cerita yang mengisahkan tentang sejarah Dewi Sekardadu sehingga makamnyapun ada juga di Sidoarjo.

Singkat ceritanya begini, berawal dari Kerajaan Blambangan di bawah pimpinan Raja Minyak Senguru yang sedang dilanda sebuah musibah. Putri cantik raja yang bernama Dewi Sekardadu, mengidap penyakit ganas yang sulit untuk disembuhkan. Meski imbalannya cukup menggiurkan, yakni jika yang bisa menyembuhkannya itu lelaki akan dinikahkan dengan putri cantik tersebut, dan apabila perempuan akan dijadikan saudaranya, tetapi tidak ada seorang tabib pun yang bisa mengobati Dewi Sekardadu.

Sekian banyak tabib yang mencoba telah gagal menyembuhkan Putri cantika tersebut, Hingga akhirnya datang seseorang yang bernama Maulana Ishaq dari Lempo (Aceh). Sebelum Maulana Ishaq mengobati Dewi Sekardadu, ia memberikan syarat kepada sang Raja. Ia ingin seluruh Kerajaan Blambangan mengikuti agama yang dianutnya, yaitu agama Islam. Raja yang ingin anaknya segera sembuh mengiyakan saja syarat itu. Dewi Sekardadu pun sembuh dan seperti janji raja, Maulana Ishaq menikah dengan putrinya itu dan kerajaan menganut agama islam.

Sekitar dua tahun berselang, Dewi Sekardadu kini hamil 4 bulan. Saat itu sang raja ingin mengusir Maulana Ishaq dari kerajaan karena rasa setengah hatinya menjadi muslim menjadi penyebabnya. Merasa tidak bisa melanjutkan syiar sebebas dulu lagi, Maulana Ishaq pamit meninggalkan kerajaan untuk melanjutkan syiar agamanya ke arah timur.

Setelah usia kandungan Dewi Sekardadu 19 bulan 9 hari, Iapun melahirkan seorang anak laki-laki. Saat itu di wilayah Blambangan sedang gempar-gemparnya pembunuhan bayi laki-laki yang dilakukan oleh kerajaan. Ini merupakan muslihat sang raja agar tidak ada keturunan dari Maulana Ishaq yang mewarisi tahta kerajaan. Agar tidak dibunuh, Dewi Sekardadu meminta pembantu kerajaan untuk menghanyutkan bayinya. Setelah 15 tahun berlalu, Dewi Sekardadu pergi meninggalkan kerajaan untuk mencari suaminya Maulana Ishaq dan anaknya yang telah dihanyutkan. Selain itu, ia juga tidak mau dinikahkan dengan anak Mahapati makanya ia pergi dari kerajaan.  Dewi Sekardadu berangkat ditemani dua orang pembantu dari kerajaan.

Dari sinilah mulai muncul beberapa versi cerita yang mengisahkan perjalanan Dewi Sekardadu. Salah satunya adalah bayi dari Sekardadu itu dihanyutkan ke laut dan terdampar di pantai Gresik lalu dipungut dan dirawat oleh warga sekitar. Dewi Sekardadu yang pergi mencarinya meninggal, dan jasadnya terdampar di pantai Buduran, Sidoarjo, lalu dimakamkan disana. Inilah cerita yang diyakini banyak orang bahwa makam Dewi Sekardadu berada di Sidoarjo.

Makam Dewi Sekardadu (Mbok Rondo Gondang)

Sedangkan versi cerita dalam buku dongeng yang disimpan oleh juru kunci makam Dewi Sekardadu di Lamongan, menceritakan rombongan Dewi Sekardadu berjalan menuju ke Gresik hingga sampai di Desa Dagang dan berhasil bertemu dengan anaknya yang sudah beranjak dewasa dan kini memiliki nama Joko Samudra yang kelak akan menjadi Sunan Giri.

Setelah bertemu dengan anaknya di Desa Dagang, rombongan Dewi Sekardadu melanjutkan perjalanan mencari Maulana Ishaq ke arah barat melewati hutan penuh gelagah (saat ini bernama Desa Glagah). Kebetulan hutan tersebut dekat dengan tempat tinggal Mbah Lamong (tokoh yang kelak namanya diabadikan menjadi nama kota Lamongan) Sehingga tempat tinggal Mbah Lamong diberi nama Desa Deket.

Perjalanan Dewi Sekardadu dilanjutkan, kali ini rombongan sampai di hutan kelapa yang sangat singit. Singit merupakan bahasa jawa, yang artinya keramat (saat ini bernama Desa Keramat).

Setelah rombongan Dewi Sekardadu keluar dari hutan kelapa, mereka melewati hutan kembang. Kembang, yang berarti bunga (saat ini bernama Desa Bungah). Beranjak dari sana, rombongan itu tersesat, mereka hanya berputar-putar di suatu tempat dan tak bisa menemukan jalan keluar. Sekarang tempat ini bernama Desa Puter, Kembangbahu. Mereka mencoba peruntungan ke arah barat tapi hanya menemui jalan buntu, mereka dihadang oleh sebuah gunung besar. Tempat mereka mentok ini sekarang bernama Desa Mantup. Merasa bingung, rombongan naik ke atas gunung dan beristirahat.

Setelah cukup beristirahat, rombongan ini kembali melanjutkan perjalanannya. Kali ini mereka berhenti di daerah bekas Kerajaan Jonggolok. Dewi Sekardadu yang merupakan putri Raja Blambangan dan seorang yang dermawan, dianggap sebagai orang yang berderajat oleh penduduk sekitar. Daerah ini sekarang bernama Desa Deket Agung, artinya dekat dengan orang yang berderajat.

Dari sana, Dewi Sekardadu dan rombongannya melanjutkan perjalanannya pergi ke arah utara sungai besar. Di tempat ini Dewi Sekardadu dijuluki Mbok Rondo Gondang. Mbok dalam bahasa jawa biasa digunakan untuk sapaan ibu. Rondo artinya janda, meskipun sebenarnya Dewi Sekardadu memiliki suami, namun karena mereka terpisah, maka orang sekitar tetap menyebut Dewi Sekardadu rondo. Sedangkan gondang artinya terusir, mungkin penduduk sekitar mengira bahwa Dewi Sekardadu pergi jauh meninggalkan Kerajaan Blambangan karena telah diusir. Istilah terakhir ini juga yang diabadikan sebagai nama desa tempat tinggal Dewi Sekardadu ini, yakni Desa Gondang.

Tak lama tinggal di sana, Dewi Sekardadupun meninggal dunia. Ia dimakamkan di Desa Gondang, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan. Sekitar 1 km sebelah timur Wisata Waduk Gondang, bersebelahan dengan Masjid.

Yang namanya sejarah pasti ada beberapa versi cerita yang berbeda, tetapi kita tidak bisa meragukan cerita-cerita tersebut. Seperti cerita Dewi Sekardadu ini, memang kita tidak bisa menyebut dongeng ini sebagai kisah perjalanan hidup Dewi Sekardadu yang sebenarnya. Namun, jika dilihat dari napak tilas perjalanan Dewi Sekardadu yang didukung dengan diabadikan menjadi nama-nama desa, dongeng ini tidak bisa diragukan bukan.

Jangan lupakan sejarah ya guys, karena itu adalah harta sangat berharga bagi kita semua. Mengutip sedikit quotes dari Michael Crichton, "Jika kamu tidak tahu sejarah, maka kamu tidak tahu apa-apa. Kamu adalah daun yang tidak tahu bahwa kamu adalah bagian dari pohon."

Semoa artikel kali bermanfaat ya guys, dan menambah wawasan kalian semua. 


Comments